Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terjebak Mental Konsumtif? Ini Cara Mengatasinya dan Mencapai Kesuksesan Finansial

Tanpa disadari ketika seseorang terjebak dalam mental konsumtif maka proses dia membangun kesuksesan, proses dia membangun kekayaan tentu saja akan terhambat.

Mental konsumtif membuat keuangan seseorang terganggu, mental konsumtif membuat seseorang sulit bertumbuh untuk menjadi produktif. Pendek kata, mental konsumtif inilah yang sangat menghambat kita.

Namun sayangnya tidak semua orang sadar dengan kondisi ini, tidak semua orang yang terjebak dengan mental konsumtif paham bahwa mereka terjebak di dalamnya.

Lantas, seperti apa sih ciri-ciri orang yang terjebak dengan mental konsumtif ini? Kemudian, kenapa mental konsumtif ini sangat berbahaya untuk kehidupan kita?

Arti dasar dari kegiatan konsumsi adalah kegiatan memanfaatkan, kegiatan menggunakan, kegiatan mengurangi nilai guna, atau kegiatan mengurangi fungsi dari barang ataupun jasa.

Konsumsi adalah kegiatan yang selalu kita lakukan dan tidak ada salahnya karena memang kita tidak mungkin bisa hidup tanpa kegiatan konsumsi. Namun yang menjadi masalah adalah mental konsumtif.

Terjebak Mental Konsumtif? Ini Cara Mengatasinya dan Mencapai Kesuksesan Finansial
Foto: freepik

Konsumsi dan konsumtif adalah dua hal yang berbeda. Sementara konsumtif lebih fokus hanya sekadar menggunakan tanpa pernah berpikir apakah apa yang kita gunakan ini memberi manfaat atau tidak.

Apakah apa yang kita gunakan ini bernilai atau tidak, apakah apa yang kita gunakan ini memberi nilai tambah untuk diri kita atau tidak.

Fokus mereka adalah kesenangan, fokus mereka adalah kemudahan, fokus meraka adalah kenyamanan.

Artinya, orang-orang dengan mental konsumtif adalah mereka yang menggunakan segala sesuatu hanya fokus pada kesenangan, hanya fokus pada kenyamanan, tanpa pernah berpikir manfaat atau nilai tambah yang bisa mereka dapatkan.

Orang-orang yang terjebak pada mental konsumtif adalah mereka yang berpikir sangat jangka pendek, tidak berpikir manfaat jangka panjang atas apa yang mereka lakukan. Yang terpenting adalah, "Saya senang, saya puas, dan saya nyaman."

Kalaupun ada dampak negatif yang harus mereka tanggung dari kenyamanan, dari kepuasan, atau kesenangan yang mereka hadirkan, mereka tidak pernah memikirkan itu.

Mereka lebih berpikir yang penting hari ini saya nyaman dan saya senang, kalaupun besok saya susah itu urusan besok, itu urusan nanti.

Sikap mental ini membuat banyak orang sangat mudah berutang, mereka tidak pernah berpikir apakah utang ini bermanfaat atau tidak, yang penting adalah mereka bisa membeli apa yang mereka sukai. Jika kita cermati, ada tiga ciri ketika seseorang terjebak dengan mental konsumtif.

Ciri Seseorang Terjebak Mental Konsumtif

1. Jika bisa membeli, ngapain membuat

Jika bisa membeli, ngapain membuat
Foto: freepik

Pertama, mereka punya prinsip jika bisa membeli, ngapain membuat. Jika mereka bisa membeli makanan, ngapain harus masak. Jika mereka bisa membeli baju, ngapain harus buat.

Prinsip bahwa kalau bisa membeli ngapain buat ini menunjukkan bahwa seseorang sedang terjebak perilaku dan mental konsumtif.

Akhirnya yang terjadi mereka makan di luar, sebenarnya mereka bisa berhemat lebih dengan membuat sendiri di rumah.

Tapi mereka lebih memilih untuk membeli, mereka merasa keren kalau bisa membeli, mereka kadang merasa malas, merasa ribet, menganggap bahwa membeli adalah sesuatu yang lebih memudahkan jika dibandingkan dengan membuat sendiri.

Prinsip ini melahirkan budaya instan, melahirkan yang penting semua serba cepat, serba mudah, serba nyaman.

Tanpa disadari ketika kita mengikuti pola ini, sadar atau tidak kita sedang terjebak pada mental konsumtif.

Pertanyaannya, apakah kita tidak boleh membeli? Boleh saja karena memang kita tidak mungkin bisa membuat semuanya sendiri.

Tapi coba kita pikirkan, jika kita memang masih mampu dan punya kemampuan membuatnya, ngapain sih harus beli.

Contoh paling sederhana, saya tidak bisa membuat sepatu. Karena memang saya tidak bisa membuat sepatu maka saya harus membelinya. Bagi saya, membeli sepatu adalah sebuah keharusan.

Berbeda dengan makanan, kita bisa memasak sendiri di rumah, kita bisa membuatnya dengan cara yang simpel.

Ketika kita bisa membuat makanan di rumah, ngapain kita harus beli. Ketika kita bisa membawa bekal dari rumah, ngapain kita harus makan di kantor. Ini adalah contoh bagaimana cara berpikir kita akan mempengaruhi perilaku kita.

Ilutrasinya seperti ini:

Katakanlah dalam sebuah keluarga ada 5 orang, anggota keluarga mereka sedang ingin makan soto dan mereka punya pilihan membeli atau masak sendiri.

Ketika membeli, katakanlah satu porsi dan minum 20.000 x 5 sudah 100 ribu. Tapi ketika kita memilih untuk membuat sendiri, mungkin kita hanya butuh uang 50.000 untuk membuat soto seluruh keluarga kita.

Kemudian kadang kita berpikir, "Ah ribet ah, saya tidak bisa masak." Kan bisa belajar. Inilah contoh dari mental konsumtif itu.

Mereka tidak mau ribet, mereka tidak mau belajar. Sementara efeknya dalam jangka panjang pikiran kita akan tumpul karena diajak berpikir sesuatu yang ribet sedikit saja merasa malas.

Mungkin kamu akan bertanya, saya kan bekerja, sangat rugi jika saya menghabiskan waktu sekian panjang hanya untuk sekadar membuat makanan. 

Lebih baik saya gunakan itu untuk bekerja sehingga saya menghasilkan sesuatu yang jauh lebih produktif.

Jika memang kamu adalah seorang profesional yang sangat produktif, waktu kamu sangat berharga, kamu tidak masalah untuk membeli.

Misalnya seperti ini, jika kamu memilih untuk membuat soto di rumah, kamu menghabiskan waktu 90 menit. 

Kemudian kamu berpikir daripada 90 menit itu saya gunakan untuk masak dan ribet di dapur, lebih baik saya fokus menyelesaikan pekerjaan. Katakanlah dalam waktu 90 menit kamu bisa menghasilkan uang 1 juta. 

Jadi jika kita bandingkan 100.000 di gunakan untuk membeli soto atau uang 1 juta hilang, di titik ini mungkin membeli jauh lebih baik karena waktu kamu jauh lebih produktif.

Namun jika gaji kamu pas-pasan hanya sebatas UMR, tidak usah banyak gaya deh, belajarlah untuk lebih produktif.

2. Mereka punya pola bekerja, gajian, belanja

Mereka punya pola bekerja, gajian, belanja
Foto: freepik

Ciri kedua mereka yang terjebak dalam mental konsumtif adalah mereka yang punya pola bekerja, gajian, belanja.

Emang kita nggak boleh belanja ya? Boleh, tapi ini menjadi satu habit yang sangat sulit diubah. 

Setiap kali mereka dapat uang, mereka itu gatal untuk segera belanja. Mereka itu gatal untuk segera membeli, mereka bingung ini harus beli apa lagi ya.

Pernah tidak merasa ingin banget beli ini, beli itu, melakukan ini, melakukan itu ketika sedang pegang banyak uang.

Setelah kita menyelesaikan sebuah proyek, kita dapat bonus. Rasanya itu macam-macam pikiran yang ada di otak kita yang ingin segera kita wujudkan dengan uang itu.

Mulai dari ingin jalan-jalan, mulai dari ingin nongkrong, mulai dari ingin nonton atau membeli apapun yang ingin kita beli.

Membeli tas, sepatu, atau mungkin sesuatu yang selama ini ingin banget kita beli tapi belum bisa karena memang uangnya tidak ada.

Jika polamu seperti itu, bekerja, dapat uang, belanja. Maka hati-hati, jangan-jangan kamu sedang terjebak pada mental konsumtif.

Bagaimana jika belanjanya adalah untuk sesuatu yang merupakan kebutuhan sehari-hari kebutuhan keluarga? Ya itu wajar, semua orang pasti harus melakukan itu, tidak mungkin tidak.

Tapi dalam konteks ini bukan untuk membeli kebutuhan kita, tapi mewujudkan keinginan kita. 

Setiap kita pegang uang tangan kita gatal, bukan untuk menabungnya tapi untuk menghabiskannya. Akhirnya yang terjadi, berapapun uang yang kita dapatkan potensinya akan selalu habis.

3. Tabungan konsumtif

Tabungan konsumtif
Foto: freepik

Kalaupun kita bisa nabung, tabungan kita adalah tabungan konsumtif. Maksudnya gimana? Mungkin kita bisa nabung setiap hari 500 ribu sebulan terkumpul 15 juta.

Kemudian setelah terkumpul 15 juta tangan kita itu gatal ingin menghabiskan uang tabungan itu, mungkin untuk ganti iPhone, ganti motor, mungkin ganti mobil atau apapun jenisnya.

Pendek kata, setiap kita punya uang tabungan, setelah ngumpul dalam jumlah tertentu uang itu habis untuk memenuhi hasrat belanja kita, untuk mewujudkan semua keinginan kita. Akhirnya, tabungan hanya sekadar alat penunda konsumsi kita.

Kenapa kita menabung? Karena memang kita belum mampu beli, setelah kita mampu beli kita akan membelinya begitu seterusnya.

Dan yang terjadi, berapapun lama kita bekerja kita tetap tidak pernah bisa punya tabungan, karena tabungan kita selalu habis.

Lantas bahayanya gimana? Mental konsumtif ini membuat kita terjebak pada satu habit yang terus berulang.

Bekerja dapat uang kemudian habis, atau membuat kita tidak pernah bisa berpikir lebih produktif.

Pikiran kita selalu konsumtif, pikiran kita selalu menggunakan. Akhirnya kita akan rugi dari sisi waktu, tenaga, pikiran, dan uang.

Mungkin kamu bekerja sudah 10 tahun atau 20 tahun tapi kamu tidak punya apa-apa, kamu tidak bisa berkembang. Mungkin karirmu naik, mungkin gajimu naik, tapi utangmu juga naik, pengeluaranmu juga naik.

Di sinilah penjara itu bernama mental konsumtif, karena semua selalu dan terlalu mudah untuk segera dihabiskan. Yuk, hati-hati, jangan-jangan ini yang menghambat kita selama ini.